Sejarah 100 Bujang dan 100 Gadis dari Dusun yang Hilang, serta Berkembangnya Kuto Tanjung

AWAL mula berkembangnya Desa Kuto Tanjung tak lepas dari dua dusun yang hilang dari tempatnya.

Berhasil dihimpun info dari warga setempat, M. Darwi (47) di Dusun II Desa Kuto Tanjung yang menyebut setidaknya ada dua dusun yang hilang karena hijrah atau pindah.

“Jauh zaman dulu, sudah ada kampung atau rompok yang pindah ke Kuto Tanjung.

Bermula dari Lubuk Bilik kemudian pindah ke Tanjung Usang kemudian pindah lagi ke Kuto Tanjung,” ujar Darwi, kemarin.

Legenda 100 bujang dan 100 gadis adalah cerita yang berasal dari Tanjung Usang.

Bisa dibayangkan, menurut Darwi, besarnya Tanjung Usang mungkin bisa setara dengan dusun saat ini.

“Namun demikian tidak ada lagi peninggalan yang bisa dilihat saat ini di Tanjung Usang.

Berbeda dengan Lubuk Bilik, ada semacam parit (atau siring) hingga kini.

Ada juga makam yang bisa membuktikan disitu dulu ada kehidupan,” jelasnya.

Dia juga tidak bisa memastikan tahun berapa keberadaan Lubuk Bilik, kalau Tanjung Usang diperkirakan tahun 1800-an.

Sejarah berpindahnya dusun ini karena demi untuk penghidupan yang lebih baik. Dan tak bisa dipastikan apakah zaman saat keberadaan Lubuk Bilik dan Tanjung Usang sudah mengenal mata uang atau masih barter dalam transaksi ekonomi.

Karena Datuk Rangga dan masyarakat Kuto Tanjung saat itu banyak yang kaya dan berhasil karena sudah maju dalam pengetahuan, maka warga Tanjung Usang yang sebelumnya pindahan dari Lubuk Bilik lanjut pindah ke Kuto Tanjung. Tentu saja harapannya dapat hidup lebih sejahtera.

Kemudian, jarak tempuh dari Lubuk Bilik ke Tanjung Usang sekitar 2 jam perjalanan dengan jalan kaki, sedangkan jarak dari Tanjung Usang ke Kuto Tanjung dengan perjalanan sekitar 30 menit.

“Sebenarnya ada beberapa dusun atau rompok lain juga yang berpindah ke Kuto Tanjung masa itu. Cuma banyak cerita dan versi sejarah berbeda dan terkadang rancu dan jadi kabur.

kita tidak bisa mengklaim benar salah, yang jelas ini sekedar cerita dan kenangan dari nenek moyang kita, sehingga generasi muda kedepan, setidaknya mengetahui asal usulnya dari mana,” ujar Darwi.

Cerita 100 bujang 100 gadis ini jadi Legenda Rakyat Kuto Tanjung yang tak terlupakan hingga kini.

Dalam sejarah desa, memang terbentuknya suatu komunitas masyarakat disuatu tempat karena adanya kesepakatan sesama mereka untuk menetap, berkumpul dan bertempat tinggal.

Sehingga mereka membentuk tatanan kehidupan beserta pengakuan terhadap aturan untuk ditaati bersama. Membentuk suatu kebiasaan yang akhirnya dinamakan adat istiadat. (*)

error: Content is protected !!